RELEASE-Usulan pembangunan patung Paku Buwono X sebagai ikon Kota Surakarta mencuat pada saat rapat pengurus harian Yayasan Forum Budaya Mataram yang digelar di kantor sekretariat Forum Budaya Mataram, Sriwedari, Solo.
Usulan itu di sampaikan oleh Ketua FBM, pasalnya Solo (Kota
Surakarta) sebagai Kota Budaya memiliki hubungan histori sejarah yang sangat erat dengan Keraton Kasunanan
Surakarta.
Sehingga dengan adanya ikon tersebut tidak hanya meneguhkan Solo
sebagai Kota Budaya, akan tetapi juga mampu memberikan visualisasi sejarah kepada
para generasi muda.
Apalagi Paku Buwono X merupakan pahlawan nasional asal Surakarta,
sehingga secara history sangat tepat bila di pakai menjadi ikon patung di Kota Solo,
ujar Dr. BRM Kusuma Putra, S.H,M.H selaku Ketua Umum Forum Budaya Mataram.
Paku Buwana X ditetapkan sebagai salah satu pahlawan
nasional Indonesia atas jasa dan peran aktif dalam perjuangan pergerakan
nasional. Ia mepelopori pembangunan infrastruktur, sosial ekonomi, Kesehatan,
pendidikan rakyat, serta pembentukan jati diri bangsa dan integrasi nasional.
Dalam pergerakan nasional, Paku Buwana X mendukung
para pelopor perjuangan nasional melalui pemberian fasilitas, materi, keuangan
dan moral. Selain itu, ia juga berperan serta membantu pergerakan Budi Utomo
dan pendirian sarekat dagang islam.
Sebagai warga Solo kita tidak bisa melupakan sejarah asal usul
nama Surakarta yang di berikan oleh PB II semasa perpindahan Keraton Mataram
Kartasura ke Dusun Sala, yang kemudian beralih nama menjadi Negari Surakarta
Hadiningrat.
Begitu juga pada saat perang melawan kolonialisme penjajahan,
sebagai penerus PB II, Sunan Paku Buwono X banyak memberikan sumbangsih sangat
besar bagi terwujudnya Negara Republik Indonesia.
Oleh sebab itu pembangunan patung PB X sebagai ikon Kota Surakarta yang mencuat dalam rapat
pengurus harian FBM tentu di dasari atas histosi sejarah yang ada.
Usulan ini juga akan menjadi kajian para sejarahwan, budayawan, di
internal Forum Budaya Mataram. Sehingga akan menjadi bahan rujukan untuk
pemerintah daerah, jika Pemkot Surakarta menindak lanjuti usulan tersebut,
jelas Ketua umum FBM.
Kusuma menegaskan bahwa Solo adalah Kota Budaya. Sumber kebudayaan
Jawa yang ada di Nusantara. Sehingga keberadaan Kota Surakarta tak bisa di
ingkari bagian dari sejarah Keraton Surakarta.
Saat ini kita melihat wajah Solo sebagai Kota Budaya kian hari
kian hilang. Bahkan pengembangan pembangunan Kota Surakarta sebagai Kota Budaya
yang seharusnya berpegang pada nilai kearifan yang ada sekarang sudah tidak
kita lihat.
Kebijakan pembangunan kota tersandera oleh kepentingan politik dan
kekuasaan.
Imbasnya, tanpa kita sadari culture masyarakat yang dulu sangat
menghargai adi luhung budaya sekarang semakin hilang. Sehingga akan berdampak
pada perubahan perilaku dan karakter masyarakatnya.
Jika hal itu tidak kita sadari bersama, maka generasi muda di masa
yang akan datang hanya akan menjadi robot yang mudah di kendalikan untuk kepentingan
sesaat.
Sejarah adalah DNA bangsa, jika sejarah bangsa rusak maka hilang
pula ingatan generasi muda pada asal usul dan leluhurnya.
Oleh karena itu melalui pembangunan patung pahlawan PB X sebagai
ikon budaya di Kota Solo, di harapkan akan dapat memajukan Solo sebagai Kota
Budaya di masa yang akan datang. Akan membawa dampak positif bagi perkembangan sektor
ekonomi, pariwisata dan perdagangan.
Selain usulan pembangunan patung pahlawan Nasional PB X, beberapa
program yang sudah di gagas oleh FBM diantaranya festival nasi liwet, diskusi
sejarah dan budaya saat bulan sura atau
muharram, usulan pembangunan gedung kesenian, pemutaran music gamelan
saat waktu tertentu di instansi, pasar dan Lembaga pemerintah, serta usulan
lahirnya perda penulisan aksara jawa untuk nama nama instansi dan lembaga yang
ada di lingkungan Kota Surakarta, serta pengenaan pakaian adat jawa saat hari
tertentu di sekolah dan instansi, lembaga pemerintah.
Hal itu di usulkan untuk menumbuhkan rasa kecintaan kita pada
budaya bangsa, khususnya budaya Jawa yang ada di Kota Surakarta.
Sementara itu terkait dengan adanya sekolah swasta berbasis
kebudayaan yang ada di lingkungan keraton Kasunanan Surakarta yang sekarang
kondisinya memprihatinkan, Kusuma berharap pemerintah kota turut serta memikirkan
hal tersebut.
Apakah tetap akan dipertahankan keberadaanya menjadi sekolah
berbasis kebudayaan, seperti sekolah olah raga, atau di jadikan sebagai
heritage Pendidikan karena memiliki banyak sejarah di dalamnya.

